Minggu, 23 Oktober 2011

Doa dan Logika


           Apa yang bisa kita bayangkan ketika kita sangat ingin memiliki keturunan dan senantiasa melantunkan do’a kepada sang pencipta agar Ia menganugrahkan keturunan kepada kita. Sementara itu usia kita sudah sangat renta. Isteri yang telah menemani kita dalam usia pernikahan yang panjang tidak juga membuahkan keturunan, bahkan sudah dalam kondisi menopause. Apakah kita akan berhenti berharap ?
          Kesuburan rahim wanita, kekuatan fisik seorang pria, hubungan suami isteri dan segala macam bentuk hubungan kausalitas (sebab akibat) itu semua tidak mempengaruhi sifat Allah sebagai Khaliq dan Fathir. Bukankah Adam terlahir tidak dari rahim seorang ibu ? Bukankah Isa Alaihissalam terlahir tanpa ayah ? Itu semua mengajarkan kepada kita untuk lebih bijak melihat hakikat dari sebuah penciptaan.
            Hakikat Allah sebagai Fathir dan Khaliq. Karena sebab akibat, proses dari akhir kesempurnaan sebuah ciptaan bukanlah sesuatu yang membatasi Allah menciptakan dari suatu yang tidak ada menjadi ada. Batasan ini pula yang tidak boleh pernah ada dalam logika berpikir kita ketika menempatkan Allah sebagai Khaliq mau pun Fathir.
            Adalah Zakaria Alaihissalam, seorang laki-laki tua renta dengan isteri yang telah mandul. Di mana hukum kausalitas, sebab akibat, proses normal untuk menghasilkan keturunan, seluruhnya mengarah kepada probabilitas tidak mungkin dalam logika berpikir manusia. Atau bahkan untuk logika kedokteran hari ini.
Tapi lihatlah optimisme dirinya dalam berdo’a, Zakaria begitu yakin kalau Allah tidak pernah membuat ia kecewa dalam do’anya.
  1. Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad
  2. (yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,
  3. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
  4. ia berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku.
  5. dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
  6. yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai".
  7. Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.
  8. Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, Padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) Sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".
  9. Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, Padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali". (QS. Maryam : 1- 9)

         Lihatlah, ketika Allah memberi kabar kepada Zakaria bahwa kelak dia akan memiliki anak yang di beri nama oleh Allah. Sebuah nama yang  penuh keberkahan karena diberikan oleh zat yang maha Agung dan belum pernah ada sebelumnya. Sungguh kegembiraan yang luar biasa, hampir-hampir ia tidak percaya Allah mengabulkan do’anya. Sampai-sampai hadir sebuah pertanyaan untuk menguatkan kabar gembira itu, “Bagaimana akan ada anak bagiku ? Bukankah isteri ku telah mandul dan aku sudah mencapai umur yang sangat tua ? “.

         Sebuah pertanyaan yang logis, bukan untuk meragukan kekuasaan Allah. Zakaria sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun tentang kemampuan Allah, ke Maha Kuasaan Allah. Tapi bagaimana caranya? karena sebab secara umum yang ia ketahui untuk bisa melahirkan keturunan sudah tidak di miliki oleh dirinya dan isterinya. Allah pun menegaskan “ Demikianlah, hal itu mudah bagi-Ku”.
           Ya, dengan kekuasaan Allah maka itu perkara yang mudah. Bahkan Allah mengingatkan kalau dulu Allah telah menciptakan Zakaria dari tidak ada sama sekali menjadi ada. Allah tidak butuh sebab sebagaimana yang di sebutkan Zakaria untuk menghadirkan seorang anak. Allah tidak butuh itu semua ketika Ia telah berkehendak.
          Jangan pernah mengungkung do’a, dengan logika berpikir yang kita bangun. Apalagi mengkotak kekuasaan Allah dengan sedikit pengetahuan kita tentang sebab dan akibat. Tetaplah berharap dan berdo’a, karena Allah tidak akan pernah mengecewakan kita dalam berdo’a.

http://cahayasiroh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=236:doa-tidak-berbatas-logika&catid=39:kajian-tematik&Itemid=190

PetuaH


"Orang yang membaca Al Quran, lagi pula ia mahir, kelak mendapat tempat dalam syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik; dan orang yang membaca Al Quran, tetapi tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan tampak agak berat lidahnya (belum lancar) ia akan mendapat dua pahala." (HR. Bukhari & MUslim)

”Apabila sikap lemah lembut menyebabkan terjadinya kerusakan dan pembangkangan, maka sikap tegas adalah bentuk lain ’kelemahlembutan’ itu sendiri.”( Ali bin Abithalib)

"Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak".(Ali bin Abi Thalib)

"Di hariku yang mana aku dapat melarikan diri dari maut? Di hari yang tidak ditakdirkan? atau, di hari yang ditakdirkan? Hari yang tidak ditakdirkan, aku tidak kuatir terhadapnya. Dan dari hari yang ditakdirkan, sikap kuatir tidaklah menyelamatkan" (Ali bin Abi Thalib)

"Kebiasaan berterimakasih dengan tulus dan sungguh-sungguh adalah ciri orang yang rendah hati, karena orang yang sombong amat berat untuk mengakui kebaikan orang lain." (Aa Gym)

"Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar".(Umar bin Khattab)

"Ajal ada saatnya. Kesulitan bukan berarti harus kita sikapi dengan putus asa. Pastikan kita bisa mengenal diri dengan lebih baik,  mengenal kemampuan lebih maksimal. Jangan melakukan sesuatu tanpa ilmu, tanpa tahu kebenaran, karena bisa jadi bumerang. Tidak usah memaksakan diri agar kelihatan lebih dari kenyataan yang sebenarnya."

"Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut"(Umar bin Khattab)
 

"Manusia sejati adalah manusia yang selalu menyadari kelemahan dan kerapuhan dirinya sehingga ia selalu berusaha trus menerus memperbaiki diri, sampai ia datang ke hadapan penguasa kehidupan ini dengan penuh ketenangan"(Anonymous)

"Hendaknya kita menyedari bahawa musibah yang menimpa kita bukanlah untuk memusnahkan kita, sesungguhnya kehadiran musibah tersebut hanyalah untuk menguji sampai dimana kesabaran kita" (Ibnu Qayyim)